Senin, 23 Maret 2009

Permis disaat indah, dan Keringat pasir Timah


Di sebelah Barat pulau Bangka, tepatnya disebuah desa yang hampir semua bibir menyebut nama Desa tersebut, tentu hal ini tidak asing bagi masyarakat Bangka. Permis, begitulah nama desa itu disebut.
Perjalananku kali ini, bukan tanpa di sengaja menuju kesana, dengan harapan ingin mengetahui bagaimana desa ini menjadi begitu terkenal dalam dunia penambangan timah. Hingga banyak pengusaha penambangan baik besar maupun kecil mengadu nasip untuk mendapatkan pasir penuh harapan.
Dengan sambutan hangat dari sang mentari pagi, dan tanpa harus menunggu lama, cahaya mentari pagi mulai bangun dari peraduannya. Begitu elok dan menawan nampak sang panorama. Sempat tertekun saat sajian indah alam hanya untuk menyambutku di pagi itu. Rasanya tidak percaya akan hal ini, dimana banyak berita dan tulisan mencerca akan perusakan dan memusnahkan keelokan alam Bangka, karena tambang inkonvensional (TI) apung yang beroperasi di Desa ini, (Permis) dan Desa Rajik.


Tak jauh dari indahnya alam yang disuguhkan, aku mulai memasuki Desa dan mulai nampak sekumpulan perahu, dan peralatan TI Apung bersebaran di atas laut. Rasanya tidak hanya seratusan atau tepatnya sebanyak 130 perahu dan TI apung yang sempat terhitung oleh tangan ini.
Hampir semua masih lelap dari tidurnya, atau mungkin karena semalaman mereka beroperasi, hingga pagi ini mereka tak dapat menikmati sang mentari menyambut alam ini?
Beranjaknya sang mentari menelusuri lintasannya, satu persatu penghuni gubuk apung, (mungkin ini yang lebih tepat untuk bangunan diatas air itu) ataupun perahu yang tidak lagi digunakan untuk menjala ikan. satu persatu penghuni keluar dari jendela atau pintu munggil di sana.

Tanpa kusadari bukan hanya pintu dan jendela mungil yang keluar dari pondok dan perahu terapung. Namun seorang bocah usia belasan tak lepas dari pemandanganku. Bukan hanya karena usianya, namun gayanya pun sangat mengejutkanku. Kepulan asap tembakau di bibirnya, dengan cara memegang dan mengeluarkan sisa asap dari hidungnya, membuat ku terpana.

Kelincahan dan ketrampilannya mempersiapkan peralatan dan mesin untuk bekerja, nampak cekatan. Bagiku hal ini mungkin tidak pernah bocah itu dapatkan di bangku sekolah. Harun, demikian dia sebut namanya, saatku menyapanya, hanya sekedar ingin tahu dan mencari informasi.
Sejak penambangan Timah diperbolehkan dikelola oleh masyarakat, dan hasilnya sangat mengiurkan. Sejak itulah Harun lebih banyak menimba ilmu dari penambangan ini. Bahkan Gurunya di sekolahpun pada saat itu ikut terlibat dalam penambangan ini, dan sekolah diliburkan, kenangnya. Kalau dahulu kami bukan dilaut untuk melimbang timah, tetapi di darat.
Namun sejak mulai menipisnya cadangan di darat, maka penambang cilik ini pun mulai meramba laut.
Bukan hanya sebagai operator yang hanya menunggui sakan, tetapi sebagai penyelam yang mencari pasir timah di dasar laut.

Melihat perlengkapan menyelam dan kondisi peralatan, mungkin kita akan merasa tidak sanggup untuk menggunakannya. Sebuah kompresor yang digerakkkan dengan menggukan sebuah motor, dan engine sebagai pengerak pompa penyedot dan pompa penyemprot.
Sebuah masker selam (Face Masks) yang seadanya, untuk sekedar menghindari mata dari pasir yang berterbangan di air.

Saat kutanya tentang penghasilannya, Harun hanya dapat menunjukkan foto keluarganya di dalam gubung apung, dan dia bekerja karena untuk membantu orang tuanya. sedangkan gubung apung yang kupikir miliknya atau keluarganya, rupanya hanya pinjaman dari pengusaha dari Jakarta, Harun hanya dapat dari berbagi hasil timah dengan yang empunya peralatan dan perahu Apung.
Harun sendiri selama 6 s/d 8 jam didasar laut, untuk mengais dan mencari pasir timah, dimana hanya makan siang Harun keluar dari permukaan air, untuk sekedar makan siang. Malah terkadang hal ini tidak dilakukan bila kandungan timah yang di temukan cukup banyak.

Bila libur atau pun sedang banyak uang, biasanya Harun pergi ke Pangkalpinang hanya untuk sekedar berfoya-foya, belanja di pertokoan dan habiskan uang...

Untuk menabung, biarlah emak yang atur, dengan beli emas dan beli kebutuhan rumah lanjutnya. Namun Harun sendiri kabarnya saat ini sedang mengalami kesedihan, kedua orang tuanya dalam masa persiapan perpisahan. Seperti Anjing mengongong, Harunpun tetaplah meyelam.
Seharian ku berkeliling, dan melihat - lihat kehidupan TI Apung di desa ini, saat menjelang sore, di pinggiran pantai yang tidak berpasir, malah berlumpur. ku disajikan sebuah fenomena alam yang amat menajubkan.
biru langit, biru laut. dan kehidupan nelayan kecil di tepian pantai.
Masih banyak Harun-Harun lain di tanah ini, masih banyak derita dan suka dalam kejamnya pasir timah.
Indonesia, begitu kaya kau, hingga anak bangsa rela tinggalkan bangku sekolahnya dan nikmati susumu.
Sungguh subur engkau, dengan dipupuknya bumimu, oleh korban-korban pengais timah yang terselubung.
Semudah dan semurah itukah arti warisan untuk penerus lselanjutnya???

Rabu, 18 Maret 2009

SMA KU PL.ST.JOSEPH SURAKARTA

SAAT INDAH DI SAAT SEKOLAH




lihat saja lirik maestro mas Chrisye
Anak Sekolah
by Chrisye
Bukan Aku Tak Tertarik
Akan Kata Rayuanmu
Saat Matamu Melirik
Aku Jadi Suka Padamu
Tiap Kali Kau Bermanja
Gemetar Rasa Di Dada
Ingin Kubisikkan Cinta
Tapi Hati Jadi Malu Jadinya

Reff;
Engkau Masih Anak Sekolah,
Satu Sma
Belum Tepat Waktu
Tuk Begitu Begini
Anak Sekolah,
Datang Kembali
Dua Atau Tiga Tahun Lagi

atau

Bis Sekolah
oleh: Koes Plus

Bis sekolah yang ku tunggu
Ku tunggu tiada yang datangKu
telah lelah berdiri Berdiri menanti nanti
Bila ku pergi bersama kekasihku
Ku kan merasa gembira riang slalu
Bila menunggu sendiri
Sendiri hatiku sunyi

Dan hatiku kan bernyanyi
Bernyanyi lagu yang sepi
Bila menunggu sendiri
Sendiri hatiku sunyi
Dan hatiku kan bernyanyi
Bernyanyi lagu sepi
Bila ku pergi bersama kekasihku
Ku kan merasa gembira riang slalu
Bila menunggu sendiriSendiri hatiku sunyi
Dan hatiku kan bernyanyi
Bernyanyi lagu sepi
Bis sekolah yang ku tungu
Ku tunggu tiada yang datang
Ku telah lelah berdiri
Berdiri menanti nanti

semoga ini dapat mengenang kita yang di saat SMA dulu...